our mariage

Daisypath Anniversary tickers

Selasa, 06 November 2012

Menghadapi Gigi Copot Pada Anak


Disalin dari sahabat nestle

by: Dr. Handrawan Nadesul*

Bagi tiap anak, gigi copot adalah suatu masa yang harus dilalui sebagai bagian dari proses bertumbuh. Namun tidak setiap anak siap dan dipersiapkan untuk menghadapi keadaan tanggalnya gigi. Bahkan tidak sedikit yang mengalami trauma akibat tidak dipersiapkan, sehingga menjadi trauma ke dokter gigi yang terbawa sampai besar. Bagaimana menyikapi keadaan demikian?

SEJAK gigi susu muncul pada usia 6 bulan, setiap anak sudah harus siap menghadapi tanggalnya gigi ketika umur gigi susu tiba pada waktu tanggalnya. Munculnya gigi susu dan erupsi gigi itu sendiri tidak serentak. Kemunculan dimulai dengan gigi seri bagian bawah, gigi seri atas, geraham awal, lalu gigi taring. Dan akhirnya seluruh 20 gigi susu muncul. Sementara umur gigi susu tanggal pun ada umurnya masing-masing.

Satu hal yang pasti, sebaiknya gigi susu tanggal setelah tiba pada umurnya. Untuk bisa mencapai umurnya masing-masing, gigi susu harus dipelihara, di antaranya dengan membersihkannya lebih kerap dan memeriksakan ke dokter gigi secara berkala. Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya akan mengakibatkan susunan gigi-geligi anak kelak tidak beraturan.

Gigi susu bermasalah
Tanpa perawatan gigi yang memadai, gigi susu pun bisa bermasalah. Hal yang sering terjadi, gigi susu sudah keropos sebelum waktunya tanggal. Padahal gigi susu yang keropos akan memperpendek umur gigi sulung jika terpaksa tanggal, atau perlu dicabut sebelum tiba pada umur tanggalnya.

Hal ini penting agar gigi tetap yang akan menggantikannya nanti, jalan keluarnya sesuai dengan arahnya. Gigi gingsul atau gigi yang susunannya tidak rata lebih disebabkan oleh arah keluar gigi tetap yang kehilangan arah. Pemeliharaan gigi susu menentukan apakah kelak susunan gigi anak yang seharusnya bagus teratur, menjadi tak beraturan layaknya ban radial.

Gigi susu bersifat tidak lebih kuat dibanding gigi tetap. Lapisan email, bagian keras gigi susu, tidak lebih keras dibanding gigi tetap sehingga rentan keropos. Hanya dengan jarang membersihkan gigi setiap selesai makan dan mengkonsumsi yang serba manis (baca: karbohidrat), gigi dipastikan terancam keropos.

Kerusakan lapisan luar gigi terjadi akibat reaksi kimiawi antara karbohidrat, bersama kuman mulut, yang akan membentuk suatu zat asam yang mampu merusakkan lapisan luar gigi. Padahal gigi keropos mestinya tidak perlu terjadi. Karena membebaskan permukaan luar gigi dari sisa makanan berkarbohidrat bisa dilakukan hanya dengan membiasakan menggosok gigi teratur dan berkumur setiap habis mengkonsumsi karbohidrat.

Maka sejak bayi, gigi perlu sering diseka dengan kapas basah steril pengganti sikat gigi. Selekas mungkin begitu bayi mulai mengkonsumsi karbohidrat, yakni mulai diberi bubur susu, gigi mulai terancam keropos. Jadi permukaan gigi harus dibebaskan dari sisa bubur susu.

Selain membersihkan gigi agar terbebas dari sisa karbohidrat, pemeriksaan dokter gigi berkala juga diperlukan. Maksudnya apabila sudah terbentuk lubang gigi yang tak tampak oleh mata telanjang, dokter gigi sudah bisa mendeteksinya, sehingga keropos gigi bisa dihambat. Awalnya memang hanya selubang ujung jarum. Bila dibiarkan makin lebar dan dalam. Gigi yang berbintik-bintik warna hitam adalah gigi susu sudah keropos parah.

Tanggal sendirinya
Sifat gigi susu berbeda dengan gigi tetap. Selain lebih rapuh, akarnya pun lebih kecil, dan lekas diserap gusi bila saatnya sudah tiba untuk tanggal. Bila dipelihara dengan baik, secara normal gigi susu akan tanggal sendiri dan tanpa keluhan.

Gigi susu menjadi bermasalah, bila sudah mulai berlubang dan lalu keropos. Melalui lubang gigi atau keroposnya gigi inilah kuman penyakit menembus memasuki akar gigi, lalu terjadi infeksi akar gigi. Gejalanya gusi membengkak dan nyeri. Lama-lama gigi membusuk, lalu mati. Kondisi gigi demikian yang mengharuskan gigi wajib dicabut, walaupun belum umurnya tanggal.

Selain dirongrong oleh nyeri gigi yang mengganggu, gigi yang telanjur berlubang dan keropos memerlukan perawatan gigi yang mengeluarkan ongkos yang sebetulnya tidak perlu. Mencabut gigi yang sudah tidak mungkin dipertahankan lagi akibat gigi sakit dan mati memerlukan proses pencabutan gigi (ekstraksi gigi) yang menimbulkan keluhan lebih nyeri. Itu lantaran akar giginya masih kokoh. Saat demikian anak bisa trauma dicabut giginya, jadi takut ke dokter gigi bahkan bukan untuk urusan mencabut gigi sekalipun.

Sejatinya gigi susu akan tanggal sendiri dengan mulus, tanpa perlu bantuan dokter gigi. Setelah tiba pada umurnya dan gigi sudah goyang sempurna, gigi akan dengan mudah dicabut. Letakkan kapas yang diberi es di gusi pangkal gigi yang goyang sejenak. Serentak dengan itu cekap gigi, lalu tarik. Maka dengan mudah gigi akan lepas dan darah amat sedikit, karena akar giginya sudah diserap oleh gusinya.

Mengkondisikan anak ke dokter gigi
Ada baiknya setiap anak dikondisikan untuk tidak takut ke dokter gigi setelah masa gigi susunya bertanggalan. Karena sesehat apapun gigi anak, suatu waktu anak tetap memerlukan kunjungan ke dokter gigi juga. Maka sejak dini anak memang perlu diperkenalkan dengan suasana dokter gigi. Di antaranya menanamkan bahwa dokter gigi bukan selalu harus memberikan rasa nyeri. Di samping itu perlu juga anak merasa yakin, dan diyakinkan, bahwa dokter gigi adalah penyelamat giginya. Selain mempercantik giginya kelak, gigi juga bisa kokoh sampai akhir hayat. Pendidikan mendekatkan anak kepada dokter gigi merupakan bagian dari mengkondisikan anak menjadi tidak takut ke dokter gigi.

Memberikan motivasi kepada anak untuk tertib dan teratur merawat gigi, dengan rajin menggosok gigi, berkumur sebagai upaya ekstra membersihkan gigi setiap habis mengonsumsi karbohidrat, akan lebih memudahkan anak mengurangi risiko harus mencabut giginya. Jika tidak, anak akan menghadapi trauma nyeri, yang bisa saja bikin kapok ke dokter gigi. Maka bimbing anak agar tidak sampai pada pengalaman tidak membuatnya tak nyaman seperti itu.

Kalaupun terpaksa harus menghadapinya, pilih dokter gigi yang child friendly. Sekarang teknologi kedokteran gigi dan model ruang dokter gigi, sudah dirancang sedemikian rupa sehingga tidak membangun rasa takut anak. Tinggal bagaimana sikap orangtua membangun rasa keberanian anak, dengan tidak menakuti-nakuti anak. Juga perkenalan anak kepada dokter gigi.



* Pengasuh Rubrik Kesehatan di Sejumlah Media, Pengamat Kesehatan, Health Motivator, Penulis 76 Buku Kesehatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

lihat juga

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Mengenai Saya

Foto saya
full time mother for 3 amazing kids